Dilema Baju ‘Cakar’ Makassar

Dulu waktu masih baru banget tinggal di Makassar dan masih cupu dengan pergaulan ala Makassar, beberapa kali sempat mendengar istilah ‘cakar’.

“Wah kalau ke Pare- Pare bisa tuh mampir ke penjual cakar”. Begitulah kira- kira penggalan percakapan di kantor yang menyebut – nyebut ‘cakar’.

Saya pikir, ngapain juga coba ya jauh- jauh ke Pare- pare yang jaraknya sekitar 2 – 3 jam naik mobil dari Makassar cuma buat beli cakar? Memangnya nggak ada kah yang jual cakar di pasar Terong (pasar sayur di Makassar)?

Cakar dalam pikiran saya waktu itu ya cakar ayam alias yang biasa dimasak ibu di rumah buat campuran sop ayam.

cakar makassar
Salah satu lapak baju ‘cakar’ alias ‘cap karung’. Gambar dari sini.

Entah berapa lama kemudian saya baru ngeh, ‘cakar’ dalam konteks kalimat diatas adalah ‘cap karung’ alias baju bekas impor. Sebenarnya tidak cuma baju saja sih, tapi produknya beragam dari pakaian dan celana segala model, tas, sepatu, baju renang, wetsuit, pakaian pengantin sampai pakaian dalam! Barang – barang ini kemudian populer dinamakan ‘cakar’ karena memang datang dan dijual ke pedagang eceran dalam bentuk karungan.

Cakar sebenarnya bukan hal baru untuk saya. Sebelumnya di Jogja, tepatnya saat pergi ke Sekaten, saya pernah mampir ke lapak khusus untuk penjual barang impor ini, orang Jogja menyebutnya dengan istilah ‘awul- awul’, tapi kebanyakan pedagangnya dari Padang. Di kota- kota lain juga sepertinya hampir selalu ada lapak pakaian bekas ini. Di kampung halaman saya di Magelang, juga ternyata ada lho. Saya juga baru ngeh karena ciri- cirinya mirip dengan lapak cakar pada umumnya, yaitu baju digantung berderet- deret dan sebagian ditumpuk begitu saja di boks.

Di Bandung malah dibuatkan lokasi khusus untuk lapak barang- barang cakar yaitu di Cimol Gedebage. Pengunjungnya tak main- main, banyak yang datang bermobil dengan dandanan kece. Umumnya mereka ini melek dengan barang- barang branded. Menurut info teman yang pernah ke Gede Bage, barang- barang yang dijual di sini memang oke punya, baik dari segi merek, kondisi, dan harga tentunya.

Apalagi seringkali ditemukan barang- barang bermerek yang tak dijual di outlet resmi di Indonesia, tapi malah melimpah ruah di sana. Contohnya, Uniqlo yang baru saja membuka gerainya di Jakarta, justru sudah lama beredar di pasar cakar macam Gede Bage dan di Makassar. Surga banget kan untuk mereka yang melek fashion terkini! Review lengkap tentang Cimol Gede Bage bisa dibaca di blog nya mas Farchan di sini.

cimol gedebage
Cimol Gedebage, salah satu sentra penjualan pakaian bekas impor. Gambar dari sini.

Kembali dengan eksistensi cakar di Makassar. ada beberapa tempat untuk hunting barang- barang cakar seperti di Pasar Mandai, Pasar Terong, Pasar Toddopuli, Jl. Ratulangi, dan Jl. Alauddin.

Lokasinya beragam dari mulai lapak- lapak kecil di pinggir jalan, kios- kios di dalam pasar, sampai ada yang naik kelas dengan menyewa ruko sendiri, seperti toko Daimaru di jalan sebelah Mesjid Raya Makassar.

Barang- barang bekas ini diimpor dari beberapa negara di Asia, seperti dari Korea, Taiwan, dan Jepang lalu masuk ke berbagai pelabuhan di Indonesia, termasuk ke pelabuhan- pelabuhan di Indonesia timur seperti di Pelabuhan Wanci di Pulau Wangi- Wangi, Wakatobi (Sultra), pelabuhan Pare- Pare, lalu masuk Sidrap, Wajo (Sengkang), dan Makassar. Nah, di Pare- Pare ini juga ada pasar khusus, namanya ‘Pasar Senggol’ yang memang khusus menjual berbagai produk cakar dari jam 6 sore – 10 malam, lokasinya dekat pelabuhan dan hampir selalu dipenuhi pengunjung, termasuk dari kota Makassar tentunya.

Saya jadi teringat, ketika akhir tahun 2012 ke Wakatobi dan di depan tempat saya menginap di Wanci memajang pakaian dalam wanita berbagai model, tas, dan sepatu- sepatu bekas. Istilah setempatnya barang RB alias ‘Rombengan’. Ternyata memang pelabuhan di Wanci ini salah satu pintu masuknya barang- barang bekas impor dari negara Asia tadi.

Pelanggan cakar di Makassar sangatlah beragam, mulai dari masyarakat berpenghasilan rendah dengan budget minim untuk membeli pakaian sampai kalangan mahasiswa dan fashionista yang melek barang- barang branded. Gimana nggak ketagihan, di outlet cakar ini kamu bisa mendapatkan berbagai barang branded seperti Nike, Adidas, Reebok, New Balance, Uniqlo, Gap, Giordano, H&M, Fred Perry, Mark & Spencer, Zara, Flanel, Levi’s, Jansport, dll dengan harga sepersekian persen dari harga di toko! Kondisinya tentulah bervariasi, namanya juga secondhand ya. Kadang ada cacat dikit, tapi sering juga kondisinya masih seperti brand new, tergantung kelihaian memilih dan faktor keberuntungan juga!

Beberapa teman saya malah sudah expert banget dalam hal memilah dan memilih cakar. Dari sekian banyak barang- barang yang numpuk dan berderet- deret itu kok ya nemuuu aja barang bagus. Malahan mereka ini sudah hapal, kapan jadwal “buka baru” alias jadwal buka karung si pedagang- pedagang cakar. Ini penting, kalau bisa datang saat jadwal buka baru berarti peluang mendapatkan barang- barang bagus semakin besar dong!

Nah, bicara tentang cakar yang adalah barang impor, erat kaitannya dengan undang- undang tentang barang impor, sesuai dengan UU No. 7/2014 tentang perdagangan disebutkan impor barang harus dalam keadaan baru.

Sementara untuk pakaian bekas, Kementerian Perdagangan telah melarang importasinya melalui Kepmenperindag No.230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya. Artinya, impor pakaian bekas pakai ini kan sebenarnya sudah lama dinyatakan illegal ya, tapi kenapa sampai sekarang bisnis yang omsetnya bisa mencapai milyaran per hari ini malah semakin tumbuh subur? Petugas bea cukai di pelabuhan ngapain aja? *tanya kenapa*

Isu larangan kegiatan perdagangan pakaian impor bekas ini memang seringkali timbul tenggelam. Tetapi, belakangan ini isu ini mulai menghangat ketika Menteri Perdagangan, Rahmat Gobel, kembali menabuh genderang perang dengan aktivitas perdagangan tersebut. Alasannya, pertama tentu merujuk pada undang- undang larangan impor pakaian bekas, kemudian disinyalir ditemukannya koloni bakteri dalam pakaian bekas tersebut, dan adanya ancaman terhadap industri garmen terutama yang berskala kecil dan menengah di Indonesia jika praktik penjualan baju murah ini terus berlangsung.

Walaupun undang- undangnya jelas tetapi toh praktiknya tetap menjamur di mana- mana. Memang tidak bisa dipungkiri, cakar sudah terlanjur menjadi kebutuhan masyarakat luas, adanya demand yang besar dari masyarakat terutama di daerah terpencil dan kepulauan dimana harga pakaian bisa jauhhhh lebih mahal karena ongkir dari Jawa jadi berlipat- lipat.

Yang jelas banyak sekali pihak yang terlibat dalam bisnis ini, baik dari sisi penjual dan pembeli jika pemerintah mendadak memberangus bisnis yang dianggap illegal ini. Harus dihitung dengan baik berapa banyak pedagang kecil yang mencari nafkah dari bisnis tersebut, lalu berapa banyak anggota keluarga yang mereka hidupi, berapa banyak anak sekolah yang uang sekolahnya didapatkan dari hasil jualan cakar. Dari sisi pembeli juga harus dipertimbangkan kembali, berapa banyak masyarakat ekonomi lemah yang bergantung pada produk cakar untuk kebutuhan sandangnya. Satu lagi peer pemerintah untuk mencari solusi jika larangan perdagangan pakaian bekas impor benar- benar akan diterapkan.

Kalau kamu, masih mau belanja di Cakar nggak? Atau pernah punya pengalaman dengan barang- barang cakar di kota kamu? Cerita yuuuk 🙂

Tips belanja di Pasar Cakar dari teman saya, Wawan dan Febi (@pebeh) yang sudah wira- wiri ke ‘Cakarwala Great Sale”:

  1. Gunakan pakaian sesederhana mungkin. Nggak usah keren atau wangi- wangi amat, kan mau ke pasar bukan ke mall. Hehe. Lagipula, kalau penampilan kita tampak begitu mentereng, bisa- bisa harganya digetok lagi.
  2. Jangan menunjukkan ketertarikan berlebih, usahakan ekspresi wajah biasa aja, kalau perlu berlagak nggak butuh. Ini penting untuk menguatkan posisi kita dalam tawar menawar.
  3. Harus teliti dalam melihat kondisi barang. Kalau ada sedikit cacat atau noda, sesuaikan dengan kebutuhan/ urgensi kamu terhadap barang tersebut.
  4. Datanglah saat jadwal ‘buka baru’ agar peluang untuk dapat barang bagus semakin tinggi. Jadwal buka baru di pasar Mandai Selasa, Kamis, Sabtu dan Pasar Terong biasanya setiap Sabtu Minggu.
  5. Menawarlah 50%-25% dari harga yang ditawarkan. Misalnya, penjual menawarkan Rp.50.000,- berarti kita mulai menawar dari harga Rp.15.000,-, kalau penjualnya nggak mau turun atau turunnya cuma sedikit, kamu bisa menaikkan harga tawaranmu sedikit demi sedikit disesuaikan dengan jumlah uang yang rela kamu belanjakan untuk barang tersebut. Kalau penjualnya masih kekeuh, coba tinggalkan lapaknya sambil pura- pura nggak butuh. Biasanya kurang dari lima hitungan si penjual akan menurunkan harga. Kalau enggak ya, cari di lapak lain. Hehehe.
  6. Nah, setelah sampai di rumah, segera rendam belanjaan kamu dengan air panas dan detergen selama minimal 2-3 kali dan jemur langsung di bawah matahari agar kuman- kumannya hilang. Cie baju baru cie…

47 thoughts on “Dilema Baju ‘Cakar’ Makassar

  1. Wah, di Jakarta dahsyat pula Mbak, di Pasar Senen, itu dua blok, tiga lantai, pakaian bekas semua. Cuma saya belum pernah spesifik cari merk sih. Selama ini carinya model, warna, sama kualitas baju, merk belum terlalu dipikir :hehe
    Kemarin waktu di Medan juga saya ketemu nih Mbak sama yang ini, lebih dahsyat lagi baik dari segi harga yang jauh lebih murah daripada Senen sama model dan kualitas yang secara umum lebih baik. Mungkin karena di Medan lebih dekat dengan negara luar ya, ketimbang Jakarta :hehe. Kalau di Medan namanya “Monja”, singkatan dari “Monginsidi Plaza” (pertama kali pakaian bekas di Medan dijual di situ, kata seorang supir becak motor).
    Setuju dengan Mbak, bagaimana animo tidak tinggi kalau harganya miring hampir rebah dengan kualitas yahud? Soalnya baju baru harganya mahal, masyarakat tidak semuanya mampu.
    Soal pencucian, didihkan air lalu rendam pakaian dalam ember berisi air mendidih :haha, dijamin luntur, baik kuman maupun warna pakaiannya! :haha

    1. Kayaknya hampir dimana mana ada ya yg jual baju impor bekas, namanya aja yg beda2. Aplg yg deket2 pelabuhan.

      Jd merek ternama semacem bonus ya klo buat kamu Gar? Hehe. Barang yg plg murah km dapet n brp yg plg mahal Gar?

      Hahaha. Klo tips km gimana biar kuman2nya pd rontok semua Gar? Share donk 🙂

      1. Iya Mbak, di kampung halaman saya juga ada ternyata :hehe
        Rp50k terus dapat 2 baju flanel sih Mbak sejauh ini yang termurah :hehe. Saya kurang jago nawarnya jadinya belum bisa dapat yang fantastis-fantastis:)
        Kalau saya sih direndam dalam air mendidih Mbak, makanya rada tahu itu warnanya juga meluntur sedikit :hehe

  2. Hihihi cimol gedebage deket rumahku, tapi aku ga ngerti mode orangnya, mau branded atau ga… Asal nyaman itu yg dipilih hihihi, adek ku pernah nyari t shirt di gedebage dia suka puas ama hasil buruknya 😉

    1. Hasil buruk mksdnya gimana teh? Typo kayaknya ya hehehe

      Preferensi org beda2 mmg ya teh. Ada yg berburu model, nyaman dipakai, merek. Hehehe. Wahhh ktnya gedebage ini guedeee bgt ya teh pasarnya.

      1. Iya gede itu pasar induk, buah2 banyak banget apalagi semangka…. Tapi pasar nya berdebu juga mungkin karena banyak angkot juga, kayak terminal kecil gitu… Suamiku paling hapal di gedebage… Karena dia pernah ngalangin kejadian lucu waktu naek angkot tsb…. Disini kayaknya pernah ditulis judulnya… Tujuh-lima

  3. Di Semarang sering liat awul-awul ini, tapi malah belum pernah menjelajah. Pas disini udah dua kali belanja preloved gitu di British Charity, dapet jaket Next cuma £12, lumajan banget Ros.
    Liputanmu lagi2 dahsyat, tapi penuh dilema juga. Orang Indonesia sudah biasa hidup dari sesuatu yg ilegal, jadi kalo ntar ditegasi pasti bergolak.

    1. Ak jg klo di jawa blm pnh mb. Cuma sekali pas ke sekaten krn penasaran itu apa kok rame bgt. Yg dtg bykan mahasiswa/i modis gitu mb. Kan tmbh penasyaran hehe. Mesti girang bgt ya mb klo dpt barang bagus harga murah hehe

      Iya mb, ini semacam kasus cd bajakan, walopun udah jelas2 ilegal n dilarang tp prakteknya uda luas bgt dan melibatkan byk pihak. Perlu usaha ekstra klo pemerintahnya beneran mau tegas menghentikan

      1. Makanya itu ya Ros, gw aja seneng banget kalo dapet barang bagus dan murah. Karena barang baru ber merk di Indonesia tu mihil bangettt.
        Mungkin sebaiknya digalakkan program charity baju bekas atw secondhand things trus digalakkan juga industri baju murah berkualitas. Indonesia itu bisa lho, cuma mungkin banyak filantropis yg masih bersembunyi.😊

  4. kalo baju2 flanel, jaket dll gitu sihh aku enggak heran ya. Herannya ada juga pakaian dalam bekas impor, aku pernah liat di pasar senen. Dan yang beli pun banyaaaaak, geli aku liatnya T_T

      1. Iya apalagi foto2 mb noni kece2 bgttt. Ak jd pgn k bagan lgi deh. Musti lebih lama ni kyknya klo k bagan lg

        Eh mb non ada flickr? Asikk mau intip2 ah

      2. Gak punya huhu , dari dulu males bikin , nyesel deh. Aku suka liat flickr buat nyontek foto2 orang doang Lia.

        Iya…..kita juga pengen lagi ke Bagan. Matt pengen pergi juga tapi cuman ke Bagan dan Inle Lake doang. Yangon dan Mandalay mau skip aja.

      3. Ak jg pengen bagan lagi sama inle aja. Mandalay paling mampir nengokin Hla Soe

        Ak tungguin postingan edisi myanmar mb noni. *punyaku jg pdhl blm diterusin hehe*

  5. dulu waktu si Bengkulu temanku ada yg beli spring bed…, bilangnya barang Batam..
    ada lagi yg dapat sepatu kulit, sepatu kanvas, bahkan saputangan juga ada

  6. wah kalu saya nyebutnya toko eksport import 😛
    saya suka hunting di toko tersebut tapi cuma nyari jaket saja,kalo baju ato celana saya nggak minat dgn barang2 bekas.

  7. Beli baju cakar memang harus ekstra dicuci lagi dengan teliti dan cermat ya Mbak. Kita tak tahu siapa saja yg pakai dulu, dan ditumpuk dengan baju2 lain yg kemungkinan juga sarang kuman..

  8. Baju2 cakar ini asalnya dari Inggris dkk. itu baju bekas yang gak kejual di charity shop. Aku pernah volunteer di charity shop, kira2 60%barang yang dihibahkan itu berakhir di kantung2 besar dan dijual perkantung, untuk dikirin & dijual ke negara dunia ketiga kayak Indonesia dan banyak negara2 di Afrika.

  9. dulu waktu kuliah ada temen yang jualan baju hasil obrak abriknya dia di Cibadak Mol , sukses laku keras karena emang keren2 sih ya bajunya, kebetulan yang dia jual top/atasan gitu, udah dibersihini sama dia juga…

  10. Judulnya menarik dan ternyata baju-baju “cakar” seperti ini ternyata sudah menyebar di penjuru Indonesia ya. 😀

    Aku juga penasaran sih. Daripada beli mahal-mahal di departemen store. Tapi kok ya ilegal ya… dilematis sekali memang… hahaha 😀

    1. Hehehe, iya ni. Klo bruntung bisa nemu barang yg kondisinya msh bagus bhkn spt msh baru lho daaan murah (dilihat dari aspek ekonomis).
      Tp ya gt, namapun bekas dan karungan ya, pasti itu debu dan apeklah, blm lg ktnya bakterinya bejibun hehe (dilihat dr aspek kesehatan).
      Tp mmg sih macem guilty pleasure gt ya, bikin nagih 😁

      1. Kadang ya mikir, baju “Cakar” itu enaknya memang diapain. Kalau harus dijual ya ilegal. Kalau dimusnahkan ya sayang. Pakaian gitu nggak bisa didaur ulang ya? Dilematis sekali …

      2. Ya ini jual cakar mgkn bisa dibilang ‘reuse’ ya walopun konteksnya jd g bener. Yg pasti bisnis cakar msh trs hidup krn ada demand dan supply. Msh byk bgt warga indonesia trtm didaerah terpencil yg daya beli utk keb sandangnya msh rendah sekali 😦

  11. klau bisa pemerintah jngn sampe mlarang bisnis cakar,,,kasihan penjual d daerah ,termasuk saya yg udah 3 tahunan mjalani profesi sbgai pnjual Ck,,,

  12. RB, Cakar, atau apalah namanya supaya jgn dilarang sangat membantu perekonomian kelas menengah kebawah….kasian….

Leave a reply to rosaamalia Cancel reply