Perkara buang sampah

“Negaramu punya masalah besar saat ini : sampah.”, ujar seorang kawan dari Eropa yang hampir setiap musim dingin kabur ke Indonesia untuk sekedar mencari matahari tropis dan sedikit hiburan dari bawah laut.

Kemudian ia bercerita, suatu ketika ia sedang berlibur di sebuah pesisir di Maluku. Ia begitu menikmati suasana pantai dan desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, tenang dan menenangkan. Hari – harinya diisi dengan snorkeling, duduk santai di tepi pantai, dan memunguti sampah, terutama plastik. Iya, munguti sampah! Ia yang seorang turis, yang hanya tinggal beberapa hari di desa menghabiskan waktu liburannya untuk memunguti sampah. Piye jal perasaanmu ?

Katanya ia prihatin dengan warga desa yang tampaknya kurang perhatian dengan kebersihan lingkungannya. Apalagi di lokasi (potensial) wisata. Kalau bersih, turis datang, turis senang, turis akan datang lagi dan lagi. Tapi untungnya ia turis yang peduli. Bukannya merutuki, ia malah meluangkan waktunya membenahi keadaan.

Sebagai veteran pendidik nuraninya terpanggil untuk memberi contoh dan mengajari anak- anak di sekitar homestay tempatnya tinggal untuk memunguti sampah plastik. Selesai dengan pelajaran memunguti sampah, masing – masing anak masih menggenggam bungkusan sampah yang mereka kumpulkan saat ia membagikan ‘hadiah’ mereka. Layaknya anak- anak, mereka semua bersorak hore atas hadiah yang didapat. Saking senangnya bersorak sorai, mereka melepas bungkusan sampah yang tadinya digenggam lalu berlari – lari kegirangan meninggalkan si turis yang melongo dan kemudian tertawa atas kejadian tadi.

Ia kemudian terbahak- bahak menutup ceritanya.

——–

Siang ini saya sedang asyik dengan laptop saya di sebuah kafe yang memiliki area sharing table untuk bekerja. Hanya ada saya di ruangan, sampai dua orang gadis muda- mungkin mahasiswa milenial- datang dan asyik foto- foto. Penampilannya rapi nan cantik, yaiyalah kan mau foto- foto. Setelah asyik keluar masuk ruangan mencari berbagai spot dan background foto, mereka kembali ke kursi untuk menikmati kopi yang mereka pesan. Beberapa saat kemudian mereka pergi meninggalkan tempat duduk mereka, beserta beberapa sampah di atas meja. Padahal ada tempat sampah yang di samping meja.

TKP
TKP

Duh dek, kok aku melas to sama kalian. Nggak pernah diajarin buang sampah po piye? Itu lho tempat sampahe disampingmu. Wong sampahnya juga sampah kering lho, gak yang njijiki. Mbuang juga nggak sampe semenit, cuma sepersekian persen dari waktu foto- fotomu. Cantik- cantik, tapi kok gitu sih. Di tempat umum aja gitu, apa kabar di rumahnya ya? 

——-

Sebel nggak sih klo pas lagi di jalan (apalagi yang naik motor), trus ada yang buang sampah dari mobil? Atau lagi enak- enak menikmati pemandangan, eh ada orang lain yang seenak jidat buang botol minuman didepan mata?

Masih ingat kan cerita tentang turis Indonesia yang meninggalkan sampah di meja restoran cepat saji di Jepang (link) atau protes keras sebagian orang karena sebuah resto cepat saji di Indonesia baru saja memperkenalkan kebijakan beberes meja setelah makan (link). Mungkin kamu bukan sebagian dari golongan yang buang sampah sembarangan, atau meninggalkan sampah di meja kafe atau sudah sadar untuk membereskan sisa makanan atau sampah di restoran cepat saji, bagus. Tapi, tidak dipungkiri masih banyak memang yang ada di luar golongan kamu itu.

Katanya kebersihan sebagian dari iman. Tapi penerapannya nol besar. Menurut saya masalahnya ada di kesadaran diri sendiri dan lingkungan sih. Kalau kata Aa Gym, mulailah dari yang kecil, dari diri sendiri. Kalau kamu gak segigih teman saya yang mungutin sampah di pantai, paling tidak jangan buang sampah sembarangan. Sesimpel nggak meninggalkan sampai di ruang publik.

Yogyakarta bagian utara, 8 Februari 2019

fiverr affiliates

 

2 thoughts on “Perkara buang sampah

  1. Dulu aku ingat betul, ibuku pernah meminta anak perempuan berseragam SMA yg membuang bungkus permen di dalam angkot untuk mengambil bungkus permen yg dia buang begitu saja dalam angkot.

Leave a comment